INTERAKSI NUTRIENT, OBAT DAN SUBSTANSI LAIN
OLEH
DARWIN HAMENTE
D1C1 13 092
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
v PENGERTIAN FASE ABSORBSI, DISTRIBUSI, DAN METABOLISME PADA INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN
A. Absorpsi Obat
Absorpsi atau penyerapan zat aktif adalah masuknya molekul-molekul obat kedalam tubuh atau menuju ke peredaran darah tubuh setelah melewati sawar biologik (Aiache, et al., 1993). Absorpsi obat adalah peran yang terpenting untuk akhirnya menentukan efektivitas obat (Joenoes, 2002). Agar suatu obat dapat mencapai tempat kerja di jaringan atau organ, obat tersebut harus melewati berbagai membran sel. Pada umumnya, membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai membran lipid semipermeabel (Shargel and Yu, 1985).
Absorpsi obat adalah langkah utama untuk disposisi obat dalam tubuh dari system LADME (Liberasi Absorpsi Distribusi Metabolisme Ekskresi). Bila pembebasan obat dari bentuk sediaannya (liberasi) sangat lamban, maka disolusi dan juga absorpsinya lama, sehingga dapat mempengaruhi efektivitas obat secara keseluruhan (Joenoes, 2002).
Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat adalah sebagai berikut :
a. Ukuran partikel obat
Kecepatan disolusi obat berbanding langsung dengan luas permukaan yang kontak dengan cairan/pelarut. Bertambah kecil partikel, bertambah luas permukaan total, bertambah mudah larut (Joenoes, 2002).
b. Pengaruh daya larut obat
Pengaruh daya larut obat/bahan aktif tergantung pada:
- Sifat kimia: modifikasi kimiawi obat
- Sifat fisik: modifikasi fisik obat
- Prosedur dan teknik pembuatan obat
- Formulasi bentuk sediaan/galenik dan penambahan eksipien (Joenoes, 2002).
B. Distribusi Obat
Distribusi obat adalah proses-proses yang berhubungan dengan transfer senyawa obat dari satu lokasi ke lokasi lain di dalam tubuh. Distribusi merupakan perjalanan obat ke seluruh tubuh. Setelah senyawa obat memasuki sistem sirkulasi melalui absorpsi atau injeksi, senyawa tersebut akan didistribusikan ke seluruh tubuh. Setelah melalui proses absorpsi, obat akan di distribusikan keseluruh tubuh melalui sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga ditentukan oleh sifat fisika kimianya. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran sel, terdistribusi kedalam sel, sedangkan obat yang tidak larut dalam lemak akan sulit menembus membran sel, sehingga distribusinya terbatas, terutama dicairan ekstra sel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai keseimbangan.
C. Metabolisme Obat
Metabolisme atau Biotransformasi ialah reaksi perubahan zat kimia dalam jaringan biologi yang dikatalisis oleh enzim menjadi metabolitnya. Reaksi metabolisme obat sebagian besar terjadi pada organ hati, khususnya pada sub-seluler retikulum endoplasma. Beberapa organ yang bertanggung jawab terhadap mekanisme metabolisme obat adalah hati, paru, ginjal, mukosa dan sel darah merah.
Secara umum, metabolisme obat memiliki pengertian sebagai suatu proses perubahan obat secara kimia yang disebabkan oleh adanya interaksi obat dengan sistem enzim endogenous yang hasil akhirnya akan meningkatkan kepolaran dari obat tersebut dalam tubuh. Selama proses metabolisme dapat terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Perubahan obat menjadi bentuk metabolitnya yang lebih mudah untuk dieksresi
2. Perubahan obat yang aktif secara farmakologis menjadi bentuk metabolit yang tidak aktif
3. Perubahan obat aktif yang mudah dieksresi menjadi bentuk metabolit aktifnya
4. Perubahan obat yang tidak aktif menjadi bentuk metabolit aktifnya
5. Perubahan suatu obat menjadi metabolitnya yang memiliki respon lebih toksik.
Metabolisme obat mempunyai 2 efek penting, yaitu:
1. Obat menjadi lebih hidrofilik, hal ini mempercepat ekskresinya melalui ginjal karena metabolit yang kurang larut lemak tidak mudah direabsorbsi dalam tubulus ginjal.
2. Metabolit umumnya Kurang Aktif daripada obat asalnya, akan tetapi tidak selalu seperti itu, terkadang metabolit sama aktifnya (atau lebih aktif) daripada obat asli. sebagai contoh, Diazepam dimetabolisme menjadi nordiazepam dan oxazepam, keduanya aktif. Prodrug bersifat inaktif sampai dimetabolisme dalam tubuh menjadi obat aktif.
v INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN PADA FASE ABSORSI
Interaksi dalam proses absorpsi dapat terjadi dengan berbagai cara misalnya:
1. Perubahan (penurunan) motilitas gastrointestinal oleh karena obat-obat seperti morfin atau senyawa-senyawa antikolinergik dapat mengubah absorpsi obat-obat lain.
2. Kelasi yakni pengikatan molekul obat-obat tertentu oleh senyawa logam sehingga absorpsi akan dikurangi, oleh karena terbentuk senyawa kompleks yang tidak diabsorpsi. Misalnya kelasi antara tetrasiklin dengan senyawa-senyawa logam /berat akan menurunkan absorpsi tetrasiklin.
3. Makanan juga dapat mengubah absorpsi obat-obat tertentu, misalnya: umumnya antibiotika akan menurun absorpsinya bila diberikan bersama dengan makanan (Grahame, 1985)
Obat-obatan yang dikenal luas dapat mempengaruhi absorbsi zat gizi adalah obat-obatan yang memiliki efek merusak terhadap mukosa usus. Antineoplastik, antiretroviral, NSAID dan sejumlah antibiotik diketahui memiliki efek tersebut. Mekanisme penghambatan absorbsi tersebut meliputi: pengikatan antara obat dan zat gizi (drug-nutrient binding) contohnya Fe, Mg, Zn, dapat berikatan dengan beberapa jenis antibiotik; mengubah keasaman lambung seperti pada antacid dan antiulcer sehingga dapat mengganggu penyerapan B12, folat dan besi; serta dengan cara penghambatan langsung pada metabolisme atau perpindahan saat masuk ke dinding usus (Lulukria, 2010).
v INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN PADA FASE DISTRIBUSI
Mekanisme interaksi yang melibatkan proses distribusi terjadi karena pergeseran ikatan protein plasma. Interaksi obat yang melibatkan proses distribusi akan bermakna klinik jika: (1) obat indeks memiliki ikatan protein sebesar > 85%, volume distribusi (Vd) obat < 0,15 I/kg dan memiliki batas keamanan sempit; (2) obat presipitan berikatan dengan albumin pada tempat ikatan (finding site) yang sama dengan obat indeks, serta kadarnya cukup tinggi untuk menempati dan menjenuhkan binding-site nya [9]. Contohnya, fenilbutazon dapat menggeser warfarin (ikatan protein 99%; Vd = 0,14 I/kg) dan tolbutamid (ikatan protein 96%, Vd = 0,12 I/kg) sehingga kadar plasma warfarin dan tolbutamid bebas meningkat. Selain itu, fenilbutazon juga menghambat metabolisme warfarin dan tolbutamid.
v INTERAKSI OBAT DAN MAKANAN PADA FASE METABOLISME
Mekanisme interaksi dapat berupa (1) penghambatan (inhibisi) metabolisme, (2) induksi metabolisme, dan (3) perubahan aliran darah hepatik. Hambatan ataupun induksi enzim pada proses metabolisme obat terutama berlaku terhadap obat-obat atau zat-zat yang merupakan substrat enzim mikrosom hati sitokrom P450 (CYP). Beberapa isoenzim CYP yang penting dalam metabolisme obat, antara lain: CYP2D6 yang dikenal juga sebagai debrisoquin hidroksilase dan merupakan isoenzim CYP pertama yang diketahui, aktivitasnya dihambat oleh obat-obat seperti kuinidin, paroxetine, terbinafine; CYP3A yang memetabolisme lebih dari 50% obat-obat yang banyak digunakan dan terdapat selain di hati juga di usus halus dan ginjal, antara lain dihambat oleh ketokonazol, itrakonazol, eritromisin, klaritromisin, diltiazem, nefazodon; CYP1A2 merupakan ezim pemetabolis penting di hati untuk teofilin, kofein, klozapin dan R-warfarin, dihambat oleh obat-obat seperti siprofloksasin, fluvoksamin.
Interaksi inhibitor CYP dengan substratnya akan menyebabkan peningkatan kadar plasma atau peningkatan bioavailabilitas sehingga memungkinkan aktivitas substrat meningkat sampai terjadinya efek samping yang tidak dikehendaki. Berikut ini adalah contoh-contoh interaksi yang melibatkan inhibitor CYP dengan substratnya:
(1) Interaksi terfenadin, astemizol, cisapride (substrat CYP3A4/5) dengan ketokonazol, itrakonazol, etitromisin, atau klaritromisin (inhibitor poten CYP3A4/5) akan meningkatkan kadar substrat, yang menyebabkan toksisitas berupa perpanjangan interval QT yang berakibat terjadinya aritmia ventrikel (torsades de pointes) yang fatal (cardiac infarct).
(2) Interaksi triazolam, midazolam (substrat) dengan ketokonazol, eritromisin (inhibitor) akan meningkatkan kadar substrat, meningkatkan bioavailabilitas (AUC) sebesar 12 kali, yang berakibat efek sedasi obat-obat sedative di atas meningkat dengan jelas.
Induktor atau zat yang menginduksi enzim pemetabolis (CYP) akan meningkatkan sistensis enzim tersebut. Interaksi induktor CYP dengan substratnya menyebabkan laju kecepatan metabolisme obat (substrat) meningkat sehingga kadarnya menurun dan efikasi obat akan menurun; atau sebaliknya, induksi CYP menyebabkan meningkatnya pembentukan metabolit yang bersifat reaktif sehingga memungkinkan timbulnya risiko toksik. Berikut adalah contohcontoh interaksi yang melibatkan induktor CYP dengan substratnya:
(1) Kontraseptik oral (hormon estradiol) dengan adanya induktor enzim seperti rifampisin, deksametason, menyebabkan kadar estradiol menurun sehingga efikasi kontraseptik oral menurun.
(2) Asetaminofen (parasetamol) yang merupakan substrat CYP2E1, dengan adanya induktor enzim seperti etanol, ENH, fenobarbital yang diberikan secara terus menerus (kronik), menyebabkan peningkatan metabolisme asetaminofen menjadi metabolit reaktif sehingga meningkatkan risiko terjadinya hepatotoksisitas.
(3) Teofilin (substrat CYP1A2) pada perokok (hidrokarbon polisiklik aromatik pada asap sigaret adalah induktor CYP1A2), atau jika diberikan bersama karbamazepin (induktor), akan meningkatkan metabolisme teofilin sehingga diperlukan dosis teofilin lebih tinggi. Tetapi jika pemberian karbamazepin dihentikan sementara dosis teofilin tidak diubah, dapat terjadi intoksikasi teofilin yang berat.
Interaksi dalam proses metabolisme dapat terjadi dengan dua kemungkinan, yakni :
1. Pemacuan enzim (enzyme induction) suatu obat (presipitan) dapat memacu metabolisme obat lain (obat obyek) sehingga mempercepat eliminasi obat tersebut. Obat-obat yang dapat memacu enzim metabolism obat disebut sebagai enzyme inducer. Dikenal beberapa obat yang mempunyai sifat pemacu enzim ini yakni Rifampisin; Antiepileptika: fenitoin, karbamasepin, fenobarbital.
2. Penghambatan enzim, Obat-obat yang punya kemampuan untuk menghambat enzim yang memetabolisir obat lain dikenal sebagai penghambat enzim (enzyme inhibitor). Akibat dari penghambatan metabolisme obat ini adalah meningkatnya kadar obat dalam darah dengans egala konsekuensinya, oleh karena terhambatnya proses eliminasi obat. Obat-obat yang dikenal dapat menghambat aktifitas enzim metabolisme obat antara lain kloramfenikol, isoniazid, simetidin, propanolol, eritromisin, fenilbutason, alopurinol,dan lain-lain (Grahame, 1985).
Obat-obatan dan zat gizi mendapatkan enzim yang sama ketika sampai di usus dan hati. Akibatnya beberapa obat dapat menghambat aktifitas enzim yang dibutuhkan untuk memetabolisme zat gizi. Sebagai contohnya penggunaan metotrexate pada pengobatan kanker menggunakan enzim yang sama yang dipakai untuk mengaktifkan folat. Sehingga efek samping dari penggunaan obat ini adalah defisiensi asam folat (Lulukria, 2010).
v PENGHAMBATAN ABSORBSI KARBOHIDRAT OLEH OBAT
Karbohidrat tampaknya mempunyai efek sedikit pada metabolisme obat, walaupun banyak makan glukosa, terutama sekali dapat menghambat metabolisme barbiturate, dan dengan demikian memperpanjang waktu tidur. Kelebihan glukosa ternyata juga mengakibatkan berkurangnya kandungan sitokrom P-450 hati dan memperendah aktivitas bifenil-4-hidroksilase (Gibson, 1991). Sumber karbohidrat: roti, biscuit, kurma, jelli, dan lain-lain (Harkness, 1989).
Senyawa penghambat alpha-glukosidase bekerja menghambat enzim alpha-glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim alpha-glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida pada dinding usus halus. Penghambatan kerja enzim ini secara efektif mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post-pradial pada penderita diabetes. Efek samping ppenghambatan alpha-glukosidase yaitu kembung, buang angin dan diare. Supaya lebih efektif harus dikonsumsi bersama makanan. Obat yang termasuk penghambat enzim alpha-glukosidase adalah akarbose, Miglitol dan Voglibose (Bosenberg, 2008).
Inhibitor Alpha-Glukosidase termasuk kelompok obat baru, yang berdasarkan pada persaingan inhibisi enzim alpha-glukosidase di mukosa, duodenum sehingga penguraian polisakarida menjadi monosakarida menjadi terhambat. Dengan demmikian, glukosa dilepaskan lebih lambat dan absorpsinya kedalam darah juga kurang cepat, lebih rendah dan merata, sehingga memuncaknya kadar gula dalam darah dihindarkan. Kerja ini mirip dengan efek makanan yang kaya akan serat gizi. Tidak ada kemungkinan hipoglikemia dan terutama berguna pada penderita kegemukan, kombinasi dengan obat-obat lain memperkuat efeknya (Tjay, 2002).
Obat golongan inhibitor alfa glukosidase (Acarbose) mempunyai mekanisme kerja menghambat kerja enzim alfa glukosidase yang terdapat pada “brush border” dipermukaan membran usus halus. Enzim alfa glukosidase berfungsi sebagai enzim pemecah karbohidrat menjadi glukosa diusus halus. Dengan pemberian acarbose maka pemecahan karbohidrat menjadi glukosa di usus akan menjadi berkurang, dengan sendirinya kadar glukosa darah akan berkurang (Adam, JMF. 1997).
Acarbose adalah suatu oligosakarida yang diperoleh dari proses fermentasi mikroorganisme, Actinoplnes utahensis. Acarbose merupakan serbuk berwarna putih dengan berat molekul 645,6 bersifat larut dalam air dan memiliki pKa 5,1. Rumus empiriknya adalah C25H43NO18. Obat ini menghambat enzim alfa glukosidase yang terletak pada dinding usus halus dan menghambat enzim alfa-amilase pankreas, sehingga secara keseluruhan menghambat pencernaan dan absorpsi karbohidrat.Acarbose tidak merangsang sekresi insulin oleh sel-sel ß-Langerhans kelenjar pankreas.
Senyawa-senyawa inhibitor alpha-glukosidase bekerja menghambat enzim alfa glukosidase yang terletak pada dinding usus halus. Enzim-enzim alpha glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida,pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada pasien diabetes. Senyawa inhibitor alpha-glukosidase juga menghambat enzim a-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Acarbose tidak merangsang sekresi insulin oleh sel-sel ß-Langerhans kelenjar pankreas. Oleh sebab itu tidak menyebabkan hipoglikemia, kecuali diberikan bersama-sama dengan OHO yang lain atau dengan insulin. Obat ini efektif bagi pasien dengan diet tinggi karbohidrat dan kadar glukosa plasma puasa kurang dari 180 mg/dl. Pasien yang mendapat terapi acarbose saja umumnya tidak akan meningkat berat badannya, bahkan akan sedikit menurun.Acarbose dapat diberikan dalam terapi kombinasi dengan sulfonilurea, metformin, atau insulin.
v PENGHAMBATAN ABSOBRSI PROTEIN OLEH OBAT
Penghambatan sintesis protein adalah berupa penghambatan dari proses translasi dan transkripsi material genetic mikroorganisme. Menghambat atau melambat sintesis protein berarti mengurangi akumulasi protein salah dilipat dalam sel, yang mengurangi stres pada sel dan memungkinkan sintesis protein untuk kembali normal. Sintesis protein dapat dihambat oleh antibiotik seperti Klindamisin, Tetrasiklin, Spektinomisin, Khloramfenikol, Neomisin, Streptomisin, Kanamisin, Eritromisin, Oleandomisin, Tilosin dan Linkomisin.
1. Tetrasiklin
Tetrasiklin umumnya bersifat bakteriostatik dan merupakan bakteri yang berspektrum luas. Antibioik ini memiliki mekanisme masuk ke dalam sel bakteri yang diperantai oleh transport protein. Tetrasiklin dapat melakukan pengikatan ke subunit 30s ribosom dengan menghambat amino asil-tRNA mRNA sehingga menghambat sintesis protein. Faktor penghambat penyerapan tetrasiklin adalah Makanan (kecuali dosisiklin dan minosiklin), pH tinggi, pembentukan kompleks dengan Ca+, Mg 2+, Fe2+, Al 3+ yang terdapat dalam susu dan antacid. Golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin diisolasi dari Streptomyces aureofaciens. Kemudian oksitetrasiklin berasal dari Streptomycesrimosus. Tetrasiklin dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin. Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
Golongan Tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman. Golongan Tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika Tetrasiklin ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotika Tetrasiklin masuk ke dalam ribosom bakteri, maka antibiotika Tetrasiklin berikatan dengan ribosom 30s dan menghalangi masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino ribosome complex, sehingga menghambat pembentukan sintesa protein dan bakteri tidak dapat berkembang biak.
2. Kloramfenikol
Kloramfenikol umumnya bersifat bakteriostatik dan merupakan antibiotik berspektrum luas. Kloramfenikol mengandung tidak kurang dari 97,0% dan tidak lebih dari 103,0% C11H12Cl2N2O. Kloramfenikol berikatan dengan ribosom 5Os dan menghambat asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase.. Pada konsentrasi tinggi kadang-kadang bersifat bakterisid terhadap kuman-kuman tertentu. Mekanisme antibiotik ini adalah dengan menghambat sintesis protein kuman.
3. Aminoglikosid
Semua anggota aminoglikosida diketahui menghambat sintesis protein bakteri dengan mekanisme yang ditentukan untuk streptomisin. Aminoglikosid bersifat bakterisidal yang terutama tertuju pada basil gram negatif yang aerobik. Sedang aktifitas terhadap mikroorganisme anaerobik atau bakteri fakultatif dalam kondisi anaerobik rendah sekali. Aminoglikosid menghambat sintesis protein dengan 3 cara:
a. Agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide
b. Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan asam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan nonfungsi atau toksik protein
c. Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom fungsional.
Termasuk golongan obat ini ialah streptomisin, neomisin, kanamisin, amikasin, gentamisin, tobramisin, netilmisin dan sebagainya. Pengaruhnya menghambat sintesis protein sel mikroba dengan jalan menghambat fungsi ribosom. Pada umumnya obat golongan ini mempunyai reaksi toksik berupa ototoksik dan nefrotoksik.
4. Eritromisin
Eritromisin yang bersifat bakteriostatik ini berikatan dengan ribosom 50s dan menghambat tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Antibiotik ini memiliki sifat lebih peka terhadap bakteri gram positif Akibatnya, rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru. Eritromisin termasuk antibiotika golongan makrolid yang sama-sama mempunyai cincin lakton yang besar dalam rimus molekulnya. Eritromisin efektif baik untuk kuman gram positif maupun gram negatif. Antibiotika ini dihasilkan oleh Streptomyces erythreus dan digunakan untuk pengobatan akne. Sintesis protein bakteri dihentikan setelah erythromycin berikatan secarairreversible dengan ribosom bakteri sub unit 50s. Hal ini menghambat translokasi sintesis protein. Erythromycin bersifat bakterisid. B.
v PENGHAMBATAN ABSORPSI LEMAK OLEH OBAT
Keseluruhan dari pengaruh makan lemak pada metabolisme obat adalah bahwa apa saja yang dapat mempengaruhi jumlah atau komposisi asam lemak dari fosfatidilkolin mikrosom hati dapat mempengaruhi kapasitas hati untuk memetabolisasi obat. Kenaikan fosfatidilkolin atau kandungan asam lemak tidak jenuh dari fosfatidilkolin cenderung meningkatkan metabolism obat. Contohnya: Efek Griseofulvin dapat meningkat. Interaksi yang terjadi adalah interaksi yang menguntungkan dan grieseofluvin sebaiknya dimakan pada saat makan makanan berlemak seperti daging sapi, mentega, kue, selada ayam, dan kentang goring (Harkness, 1989).
Lama kediaman (residence time) obat di dalam lambung juga menentukan absorpsi obat dari lambung masuk ke dalam darah. Faktor-faktor tertentu dapat mempengaruhi pengosongan lambung akan dapat berpengaruh terhadap lama kediaman obat di suatu segmen absorpsi. Pengosongan lambung diperlama oleh lemak dan asam-asam lemak dan makanan, depresi mental, penyakit-penyakit seperti gastro enteritis, tukak lambung (gastric ulcer) dll.
Pemakaian obat-obat juga dapat mempengaruhi absorpsi obat lainnya, baik dengan cara mengurangi motilitas (misal obat-obat yang memblokir reseptor-reeptor muskarinik) atau dengan cara meningkatkan motilitas (misalnya metoklopropamid, suatu obat yang mempercepat pengosongan lambung).
Orlistat merupakan anti obesitas pertama yang tidak bekerja sebagai penekan nafsu makan, tetapi bekerja secara lokal dengan cara menghambat enzim lipase saluran cerna. Dengan cara kerja sebagai ‘penghambat lemak’ tersebut, maka 30% dari lemak yang dikonsumsi tidak dapat diserap. Dengan demikian, terjadi defisit kalori yang akan menghasilkan penurunan berat badan secara signifikan. Orlistat bekerja secara lokal di saluran cerna dengan cara menghambat kerja enzim lipase dan mencegah 30% penyerapan lemak. Orlistat mempunyai struktur molekul unik yang akan mengikat bagian aktif dari enzim lipase dan menghambat aktivitasnya.
Karena enzim ini tidak dapat memecah trigliserida menjadi komponen penyusunnya maka 30% lemak tidak dapat dicerna dan diserap. Sedangkan, sebanyak proporsi yang signifikan dari sisa asupan lemak yang tidak tercerna dan tidak terabsorpsi akan melewati saluran pencernaan dalam keadaan tidak berubah. Sedangkan 70% lemak tetap dapat mengalami penyerapan secara normal, hal ini penting guna memastikan kelarutan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Dengan cara kerja yang lokal (non sistemik) ini, orlistat tidak menimbulkan efek samping terhadap sistem saraf pusat dan kardiovaskular seperti pada golongan appetite supresant.
v PENGHAMBATAN ABSORBSI VITAMIN DAN MINERAL OLEH OBAT
A. Interaksi Obat dan Vitamin
Vitamin merupakan bagian penting dari makanan dan dibutuhkan untuk sintesis protein dan lemak, keduanya merupakan komponen vital dari sistem enzim yang memetabolisasi obat. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa perubahan dalam level vitamin, terutama defisiensi, menyebabkan perubahan dalam kapasitas memetabolisasi obat. Contohnya:
a. Vit A dan vit B dengan antacid, menyebabkan penyerapan vitamin berkurang.
b. Vit C dengan besi, akibatnya penyerapan besi meningkat.
c. Vit D dengan fenitoin (dilantin), akibatnya efek vit D berkurang.
d. Vit E dengan besi, akibatnya aktivitas vit E menurun (Harkness, 1989).
1. Vitamin K dengan Antikoagulan (Warfarin) dan Obat Anti Agregrasi Platelet (Aspirin)
Vitamin K merupakan vitamin yang dibutuhkan tubuh untuk menggumpalkan darah agar tidak terjadi pendarahan, vitamin ini dalam produksinya dibantu oleh probiotik yang ada dalam intestine. Vitamin ini terdapat dalam berbagai sayuran hijau dan dalam ikan. Sedangkan obat Antikoagulan dan Anti agregrasi platelet merupakan obat yang digunakan untuk mencegah darah menggumpal, biasanya obat ini digunakan untuk pengobatan Stroke. Penggunaan Obat antikoagulan atau anti agregrasi platelet yang disertai dengan Vitamin K secara bersama-sama akan menggagalkan penggunaan obat antikoagulan/ anti agregrasi platelet. Hal ini dikarenakan keduanya memiliki efek yang berlawanan.
2. Obat Antikonvulsan
Obat antikonvulsan merupakan obat yang digunakan untuk penyakit epilepsi/ untuk mengatasi kejang, Contoh obatnya yaitu Fenitoin. Penggunaan obat ini dalam tubuh ternyata dapat menurunkan kadar Asan Folat (Vitamin B9) dan Vitamin D dalam tubuh. Deplesi Asam Folat dalam tubuh akan mengakibatkan berbagai penyakit seperti Kaker kolon, penyakit jantung, defisit kognitif, kerusakan kromosom, dan dapat menyebabkan Anemia Megaloblastik. Sedangkan deplesi Vitamin D akan menyebabkan penurunan dalam hal penyerapan Kalsium dalam tubuh.
3. Aspirin dan Vitamin C
Aspirin merupakan jenis obat NSAID yang digunakan sebagai antipiretik, analgesik, dan anti-inflamasi. Sedangkan Vitamin C dalam tubuh berperan dalam pembentukan jaringan kolagen, tulang, gigi, dan pembuluh darah. Penggunaan Aspirin ini dapat mengurangi jumlah vitamin C dalam tubuh.
4. Oral Kontrasepsi dengan Antibiotik
Penggunaan obat oral kontrasepsi ini dalam tubuh dapat menurunkan Asam Folat (Vitamin B9) dan Piridoksin (Vitamin B6). Deplesi asam folat dapat timbul penyakit seperti Kaker kolon, penyakit jantung, defisit kognitif, kerusakan kromosom, dan dapat menyebabkan Anemia Megaloblastik. Sedangkan deplesi Vitamin B6 dapat menyebabkan dermatitis, anemia, lemah, bingung, iritabilitas, nervous, insomnia, konvulsi epileptikum dengan EEG abnormal, kanker kolon dan prostat, penyakit jantung, dan disfungsi otak.
B. Interaksi Obat dan Mineral
Mineral merupakan unsur logam dan bukan logam dalam makanan untuk menjaga kesehatan yang baik. Unsur-unsur yang telah terbukti mempengaruhi metabolisme obat yaitu: besi, kalium, kalsium, magnesium, zink, tembaga, selenium, dan iodium. Makanan yang tidak mengandung magnesium juga secara nyata mengurangi kandungan lisofosfatidilkolin, suatu efek yang juga berhubungan dengan berkurangnya kapasitas memetabolisme hati. Besi yang berlebih dalam makanan dapat juga menghambat metabolisme obat. Kelebihan tembaga mempunyai efek yang sama seperti defisiensi tembaga, yakni berkurangnya kemampuan untuk memetabolisme obat dalam beberapa hal. Jadi ada level optimum dalam tembaga yang ada pada makanan untuk memelihara metabolism obat dalam tubuh (Gibson, 1991).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar