Label

Foto (1) Tugas Akhir (2) Tugas Kuliah (21) Video (1)

Kamis, 27 April 2017

Tinjauan Pustaka

II.    TINJAUAN PUSTAKA
A.    Deskripsi Teori
1.      Kelapa (Cocos nucifera L.)
Pohon kelapa atau Cocos nucifera merupakan suatu jenis tumbuhan dari suku aren-arenan atau Arecaceae dan mudah tumbuh di halaman rumah dan tanah tropis di Indonesia, sehingga negara Indonesia termasuk penghasil kelapa terbesar di dunia dengan luas areal 3.533.300 hektar dengan produksi 2.924.080 ton/tahun (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2015). Kelapa termasuk jenis tanaman palma yang mempunyai buah berukuran cukup besar. Batang pohon kelapa umumnya berdiri tegak dan tidak bercabang dan dapat mencapai 10 - 14 meter lebih. Daunnya berpelepah, panjangnya dapat mencapai 3 - 4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang menopang tiap helaian. Buahnya terbungkus dengan serabut dan batok yang cukup kuat, sehingga untuk memperoleh buah kelapa harus dikuliti terlebih dahulu. Kelapa yang sudah besar dan subur dapat menghasilkan 2 - 10 buah kelapa setiap tangkainya (Palungkun, 2004).
Tanaman kelapa pada mulanya hanya ada dua varietas kelapa yang diketahui, yaitu kelapa varietas Dalam dan varietas Genjah. Kelapa varietas Dalam berbatang tinggi dan besar, tingginya mencapai 30 meter atau lebih dan berbuah agak lambat, yaitu antara 6 - 8 setahun setelah tanam dan umumnya dapat mencapai 100 tahun lebih. Sedangkan tanaman kelapa varietas Genjah berbatang ramping, tinggi batang mencapai 5 meter atau lebih, masa berbuah 3 - 4 tahun setelah tanam dan dapat mencapai umur 50 tahun. Dengan berkembangnya ilmu pemuliaan tanaman, maka muncul lagi varietas baru, yaitu kelapa Hibrida yang merupakan hasil persilangan antara varietas Genjah dengan varietas Dalam (Palungkun, 2004).
Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun dan buah dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia (Sutardi et al., 2008). Menurut Aristya et al. (2008), tanaman kelapa merupakan tanaman yang seluruh bagian dari tanaman bisa dimanfaatkan dalam kehidupan, sehingga tanaman kelapa dijuluki “Tree of Life”, karena di beberapa Negara berkembang banyak yang menggantungkan hidupnya pada tanaman kelapa. Pemanfaatan kelapa selama ini yang utama adalah dari buahnya yang merupakan bagian paling penting karena mempunyai nilai ekonomis dan nilai gizi yang tinggi.
Buah kelapa terdiri dari kulit luar, sabut, tempurung, kulit daging (testa), daging buah dan air kelapa. Kulit luar merupakan lapisan tipis (0,14 mm) yang memiliki permukaan licin dengan warna bervariasi dari hijau, kuning sampai jingga, tergantung kepada kematangan buah. Jika tidak ada goresan dan robek, kulit luar kedap air (Esti, 2001 dalam Ratna, 2004). Salah satu bagian dari buah kelapa yang banyak dimanfaatkan adalah air buah kelapa karena memiliki banyak kandungan gizi dan khasiat yang luar biasa. Air kelapa memiliki unsur makro dan mikro yang meliputi nitrogen dan karbon yang sangat penting bagi tubuh manusia. Unsur mikro dalam air kelapa juga sangat dibutuhkan tubuh sebagai pengganti ion dalam mengembalikan stamina dan energi baru bagi tubuh (Biojanna, 2011).
2.      Air Kelapa
Menurut Ema & Dea (2009), air kelapa yang dihasilkan di Indonesia mencapai 900 juta liter/tahun, diperoleh dari buah kelapa yaitu endosperma cair (coconut water) dari buah kelapa. Air kelapa ini mengisi 3/4 bagian rongga sebelah dalam buah kelapa (Freemond dan Ziller, 1996). Buah yang berumur kira-kira 5 bulan mengandung air yang maksimum yaitu air kelapa yang memenuhi seluruh rongga buah kelapa. Semakin tua umur buah kelapa, semakin berkurang volume air kelapanya. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan buah kelapa untuk transpirasi dan respirasi. Volume air yang terdapat pada kelapa jenis kelapa Dalam sekitar 300 ml, kelapa Hibrida 230 ml, dan kelapa Genjah 150 ml (Mahmud dan Ferry, 2005).
Komposisi air kelapa tergantung dari varietas, derajat maturitas (umur), dan faktor iklim. Volume air kelapa pada tiap buah kelapa biasanya sekitar 300 ml, dengan pH berkisar 3,5 - 6,1, memberikan rasa dan aroma yang khas karena adanya komponen aromatik dan volatil (Yong et al., 2009). Air kelapa memiliki komposisi kimia seperti protein, lemak, hidrat arang, vitamin C, vitamin B kompleks, kalsium dan mineral yang sangat baik untuk tubuh manusia. Komposisi kimia air kelapa adalah gula 2,56 %, abu 0,4 %, bahan padat 4,71 %, minyak 0,74 %, protein 0,55 %, dan senyawa khlorida 0,17 %. Kandungan mineral kalium pada air kelapa juga sangat tinggi yaitu 203,70 mg/100 g pada air kelapa muda dan 257,52 mg/100 g air kelapa tua (Santoso, 2003).
Sifat kimia air kelapa ditentukan oleh nilai pH, keasaman total dan gula reduksi. Derajat keasaman atau pH digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman yang dimiliki oleh suatu larutan. Air kelapa memiliki pH 4,5 - 5,3 per 100 ml air kelapa. Asam-asam organik yang terdapat pada air kelapa dapat mempengaruhi perubahan pH pada air kelapa. Komposisi gula reduksi air kelapa yaitu sekitar 1,7 - 2,6 %. Pada air kelapa terdapat gula yaitu sukrosa, glukosa dan fruktosa (Santoso et al., 1996). Hasil penelitian Kiswanto dan Saryanto (2004) menunjukkan bahwa selama penyimpanan air kelapa pada suhu dingin di dalam refrigerator dapat menghambat turunnya kadar gula reduksi maupun pH air kelapa.
Air kelapa memiliki komposisi yang seimbang atau hampir sama dengan cairan tubuh manusia. Penelitian di Jawa Barat pada atlet atletik menyebutkan bahwa pemberian air kelapa murni lebih baik dalam memulihkan kelelahan dan menunjukan indeks rehidrasi mendekati optimal dibandingkan air kelapa dengan gula, sport drink  kemasan dan air putih. Air kelapa juga tidak menimbulkan efek samping, seperti pada minuman elektrolit kemasan yang banyak beredar di masyarakat. Sebagian besar minuman kemasan mengandung karbohidrat dan elektrolit dalam komposisi yang berlebihan atau tidak seimbang. Hal ini akan menyebabkan hipoglikemi dan gangguan pencernaan (Bahri et al., 2012).
Air kelapa tua yang diperoleh dari buah kelapa (Cocos nucifera) sering dianggap sebagai limbah, pemanfaatan yang dikenal masyarakat yaitu sebagai bahan pembuatan nata de coco atau diminum langsung sebagai pelepas dahaga bagi kelapa yang masih muda dan untuk kelapa yang tua sering kali dibuang percuma dan biasa dipakai sebagai air pencuci bagi kelapa yang ingin diparut (Jean et al., 2009). Pemanfaatan air kelapa tua masih kurang dan banyak yang terbuang percuma, maka dari itu perlu diupayakan optimalisasi pembuatan prodak-prodak pangan dari air kelapa dengan melihat potensi kebutuhan dan sebagai alternatif lain yang dapat diolah menjadi prodak minuman, seperti sirup air kelapa. Air kelapa di ketahui memiliki nilai gizi yang baik dan bermanfaat bagi tubuh karena kandungan kaliumnya yang tinggi, selain itu air kelapa juga mengandung gula (Jackson et al., 2004).
Air kelapa tua memiliki kadar gula 3 %, sedangkan air kelapa muda sekitar 5 %, sehingga rasa air kelapa tua tidak sesegar air kelapa muda. Air kelapa dari kelapa yang terlalu tua/matang mengandung minyak dan hambar rasanya, tetapi memiliki manfaat bagi tubuh untuk menetralisasi panas dalam dan rasa dingin saat masuk angin. Hal ini dikarenakan air kelapa tua mengandung energi panas dan energi dingin yang lebih seimbang dibanding air kelapa muda. Air yang dikonsumsi dari kelapa tua bersifat rendah kolesterol serta mengandung omega-3 dan omega-6, sehingga baik dikonsumsi oleh penderita kolesterol. Air kelapa tua pun bermanfaat untuk memperbaiki fungsi ginjal dan menetralisasi racun dalam organ ginjal (Astawan, 2007).
3.      Kandungan Gizi Air Kelapa
Air buah kelapa memiliki banyak kandungan gizi dan khasiat yang luar biasa. Air kelapa memiliki unsur makro dan mikro yang meliputi nitrogen dan karbon yang sangat penting bagi tubuh manusia. Unsur mikro dalam air kelapa juga sangat dibutuhkan tubuh sebagai pengganti ion tubuh untuk mengembalikan stamina dan energi baru bagi tubuh (Biojanna, 2011).
Air kelapa mengandung zat gizi makro yaitu karbohidrat, lemak, dan protein, air kelapa muda mengandung karbohidrat 4,11 %, lemak 0,12 % dan protein 0,13 %, sedangkan pada air kelapa tua mengandung karbohidrat 7,27 %, lemak 0,15 % dan protein 0,29 %. Air kelapa mengandung sangat sedikit lemak, karena dalam air kelapa hanya mengandung energi sebesar 17,4 % per 100 g atau sekitar 44 kal/L (Rethinam, 2006). Selain karbohidrat dan protein, air kelapa yang tua juga mengandung berbagai mineral yang penting. Kalium (K), Natrium (Na), Magnesium (Mg), Kalsium (Ca) dan Fosfor (P), merupakan mineral utama yang terkandung dalam air kelapa (Barlina, 1999).
Zat gizi mikro (vitamin dan mineral) juga ditemukan dalam air kelapa, yaitu vitamin B (B1, B2, B3, B5, B6, B7, B9) dan vitamin C yang kadarnya menurun selama maturitas. Air kelapa merupakan larutan yang kaya mineral, mencapai maksimal umur 8 bulan dan setelah itu menurun dengan bertambahnyan umur (Yong et al., 2009). Air kelapa tua hanya mengandung beberapa vitamin dalam jumlah kecil, yaitu kandungan vitamin C hanya 0,7 - 3,7 mg/100 g air buah kelapa, asam nikotinat 0,64 mg/100 ml, asam panthonet 0,52 mg/100 ml, biotin 0,02 mg/100 ml, riboflavin 0,01 mg/100 ml dan asam folat hanya 0,003 mg/100 ml (Palungkun, 2004). Perbandingan nilai gizi air kelapa tua dan kelapa muda dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai gizi air buah kelapa dalam 100 g
Kandungan Gizi
Kelapa Tua
Kelapa Muda
Protein (%)
0,29
0,1
Lemak (%)
0,15
< 0,1
Karbohidrat (%)
7,27
4
Vitamin C (mg/100 ml)
2,2 - 3,7
2,2 - 3,4
Air (%)
91,23
95,5
Abu
1,06
0,4
Sumber : Grimwood, 1975 dalam Santoso, 2003
            Hasil penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan National Institute of Molecular Biology and Biotechnology (BIOTECH) di UP Los Banos menunjukkan bahwa, air kelapa kaya akan potasium (kalium) hingga 17 %. Selain kaya mineral, air kelapa juga mengandung gula antara 1,7 - 2,6 % dan protein 0,07 hingga 0,55 %. Mineral lainnya antara lain natrium (Na), kalsium (Ca), magnesium (Mg), ferum (Fe), cuprum (Cu), fosfor (P) dan sulfur (S). Di samping kaya mineral, air kelapa juga mengandung berbagai macam vitamin seperti asam sitrat, asam nikotinat, asam pantotenal, asam folat, niacin, riboflavin dan thiamin (Azwar, 2008).
Menurut penelitian Arsa (2011) bertujuan mengetahui kadar K+ dan Na+ dalam air kelapa varietas gading, hijau, dan hibrida dengan teknik AAS serta membandingkan kadar K+ dan Na+ pada air kelapa yang sangat muda, muda, dan tua, menunjukkan kandungan K air kelapa menurun dengan bertambahnya umur buah kelapa, sebaliknya kandungan Na air kelapa meningkat dengan bertambahnya umur buah kelapa. Perbandingan kadar Natrium dan Kalium berdasarkan varietas dan maturitas buah kelapa dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbandingan kadar Natrium dan Kalium buah kelapa

Kandungan Kalium (mg/L)
Kandungan Natrium (mg/L)
Umur kelapa
Kelapa Gading
Kelapa Hijau
Kelapa Hibrida
Kelapa Gading
Kelapa Hijau
Kelapa Hibrida
Sangat muda
4,226
3,707
5,457
8,44
3,96
7,8
Muda
3,73
3,562
5,257
9,64
4,4
11,38
Tua
3,532
3,473
1,907
23,08
6,66
70,9
Sumber : (Arsa, 2011)
4.      Manfaat Air Kelapa Terhadap Kesehatan
Air kelapa memiliki manfaat bagi kesehatan, yaitu membantu penyembuhan beberapa penyakit, seperti mengendalikan cacing perut dan mengurangi gatal-gatal pada penderita cacar. Kandungan K pada air kelapa dapat menurunkan hipertensi, serta membantu mempercepat absorpsi obat-obat dalam darah. Air kelapa juga membantu mengatasi gangguan pencernaan dalam mengurangi gas lambung dan mual (Santoso, 2003).
Air kelapa mengandung unsur kalium dan natrium yang dapat mempengaruhi diuresis dan dapat digunakan sebagai terapi pada saluran urinaria serta dapat menurunkan tekanan darah (Alleyne, 2005). Secara farmakologi menunjukkan bahwa kandungan kalium pada beberapa tanaman obat dapat memperlancar pengeluaran air seni, serta menghambat pembentukan batu ginjal dalam saluran kencing (Permadi, 2006).
Kandungan natrium pada air kelapa menyebabkan natriuresis (peningkatan keluaran natrium) dan kemudian menimbulkan diuresis (peningkatan pengeluaran air) (Guyton dan Hall, 1997). Untuk mengetahui efektivitas air kelapa dalam menimbulkan efek diuresis, dipakailah hidroklorotiazid sebagai pembanding karena harganya ekonomis, mudah didapat, daya hipotensifnya lebih kuat, maka banyak digunakan sebagai pilihan pertama untuk hipertensi ringan sampai sedang (Tjay dan Rahardja, 2002). Hidroklorotiazid mempunyai lama kerja 6 - 12 jam serta menghambat reabsorbsi natrium (Nafrialdi, 2007). Mengingat air kelapa memiliki khasiat untuk membantu menjaga kesehatan tubuh, maka hal ini akan mendorong industri pemanfaatan air kelapa untuk membuat minuman ringan maupun minuman kesehatan, seperti sirup air kelapa.
5.      Sirup Air Kelapa
Sirup merupakan produk siap saji yang banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Sirup adalah sejenis minuman ringan berupa larutan kental dengan cita rasa beraneka ragam (Satuhu, 2004). Menurut Standart Nasional Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Perindustrian (1992) sirup memiliki syarat mutu yaitu kualitas 1 dengan kadar gula minimal 65 %, sirup kualitas 2 dengan kadar gula 60 % - 65 % dan sirup kualitas 3 dengan kadar gula minimal 55 % - 60 %, dengan demikian gula memiliki peranan penting dalam pembuatan sirup (Rini, 2011).
Bahan utama pembuatan sirup adalah gula dan air. Gula merupakan karbohidrat sederhana yang umumnya dihasilkan oleh tebu. Menurut Satuhu (2004), jenis sirup berdasarkan bahan bakunya dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) sirup essence merupakan sirup yang cita rasanya ditentukan oleh essence; (2) sirup glukosa merupakan sirup yang berbentuk air gula encer yang diperoleh dari tepung kentang, tepung jagung, tepung beras, dan bahan lainnya; (3) sirup buah merupakan sirup yang rasa dan aromanya ditentukan oleh bahan dasarnya yaitu buah segar, misalnya jambu, markisa, nenas, mangga, air kelapa dan lain lain.
Sirup air kelapa adalah salah satu minuman yang memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Sirup kelapa juga bisa diberi rasa yang beraneka ragam, seperti rasa cocopandan, vanilla, stroberry. Variasi rasa tidak mengurangi kandungan manfaat sirup air kelapa, tetapi dapat memberikan aroma yang khas (Fauzi, 2016). Berdasarkan Pusat Kerjasama Bisnis The Green Coco Island tahun 2014, sirup air kelapa adalah sirup yang bersifat isotonik, mengandung protein alami dan garam mineral alami yang berasal dari air kelapa. Air kelapa merupakan cairan isotonik alami, yaitu larutan yang mempunyai tekanan osmosis sama dengan tekanan osmosis cairan plasma darah. Air kelapa juga mengandung garam mineral dan berbagai asam amino essential yang sangat dibutuhkan tubuh makhluk hidup, sehingga sirup air kelapa bisa dijadikan minuman organik murni yang aman dan menyehatkan. Sirup yang beredar dipasaran harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat mutu sirup berdasarkan Standar Nasional Indonesia secara lengkap terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Syarat mutu sirup berdasarkan SNI 01-3544-1999
No.
Kriteria uji
Satuan
Persyaratan
1
Keadaan :


1.1
Aroma
-
Normal
1.2
Rasa
-
Normal
2
Gula (dihitung sebagai sukrosa)
% b/b
Min. 65
3
Bahan Tambahan Makanan :
3.1
Pemanis buatan
-
Tidak boleh ada
3.2
Pewarna tambahan
Sesuai SNI
01-0222-1987*)
3.3
Pengawet
Sesuai SNI
01-0222-1987*)
4
Cemaran Logam :
4.1
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 1,0
4.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 10
4.3
Seng (Zn)
mg/kg
Maks. 25
5
Cemaran Arsen (As)
mg/kg
Maks. 0,5
6
Cemaran Mikrobia :
6.1
Angka Lempeng Total
CFU/ml
Maks. 5x102
6.2
Coliform
MPN/ml
Maks 20
6.3
Escherichia coli
koloni/ml
< 3
6.4
Salmonella
koloni/ml
Negative
6.5
S. aureus
koloni/ml
0
6.6
Vibrio cholera
koloni/ml
Negative
6.7
Kapang
koloni/ml
maks. 50
6.8
Khamir
koloni/ml
maks. 50
Sumber : (Badan Standarisasi Nasional, 1999)
Warna sirup secara umum tergantung dari buah yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup, buah memiliki pigmen warna tertentu misalnya saja pigmen warna hijau klorofil, pigmen warna merah antosianin dan likopen, maka sirup yang dibuat dari buah akan memiliki warna sesuai dengan bahan baku yang digunakan untuk pembuatan sirup misalnya sirup stroberi, stroberi memiliki warna merah sehingga sirup stroberi juga berwarna merah, akan tetapi sirup essence biasanya menggunakan pewarna makanan yang sengaja ditambahkan dalam sirup (Manoi, 2006).
            Tekstur sirup secara umum yaitu kental, kekentalan suatu zat cair dengan penambahan gula tergantung pada lama waktu pemanasan. Semakin lama pemanasan dilakukan sirup yang dihasilkan akan semakin kental. Daya larut dari gula yang tinggi akan mengurangi keseimbangan relative (ERH) dan akan mengikat air, sehingga jika semakin lama proses pemanasan akan terjadi karamelisasi. Semakin tinggi daya suhu pemanasan maka semakin tinggi daya larut dari gula (Buckle, 2007).
            Aroma sirup pada umumnya tergantung pada aroma pada buah yang digunakan. Buah memiliki kandungan zat-zat volatil yang menimbulkan aroma pada buah segar, maka sirup yang dibuat dari buah memiliki aroma sesuai dengan buah yang digunakan sebagai bahan baku misalnya sirup jeruk keprok aroma yang dihasilkan adalah aroma jeruk keprok (Marta et al., 2007).
6.      Pengolahan Sirup Air Kelapa
Pengolahan sirup kelapa akan menghasilkan sirup yang berkualitas jika prosesnya memperhatikan kualitas sejak dari bahan baku sampai pengemasan sirup dan penyimpanan. Air kelapa mempunyai kandungan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan minuman ringan lainnya, sehingga mikroba sangat mudah tumbuh dan berkembang (Gonzales, 1984 dalam Assagaf et al., 2005).
Proses pengolahan sirup air kelapa dilakukan dengan cara penambahan gula pada air kelapa, kemudian dipanaskan, setelah mendidih dilakukan pendinginan, kemudian dimasukkan ke dalam botol. Untuk membuat sirup air kelapa yang memenuhi standar yang perlu diperhatikan adalah kualitas fisiko kimia, dan organoleptik, yang mengacu pada persyaratan mutu yang telah ditetapkan oleh SNI (Anonymous, 2011).
Sirup yang dibuat secara umum memiliki kandungan gula yang tinggi, karena dalam penyajiannya dibutuhkan pengenceran dengan sejumlah air. Oleh karena itu penambahan sukrosa (gula pasir) ke dalam bahan baku menjadi mutlak, sehingga sampai seberapa tepat konsentrasi gula yang dipakai sangat mempengaruhi kualitas fisik, kimia dan organoleptik sirup yang dihasilkan. Konsentrasi gula untuk pengolahan sirup air kelapa sekitar 65 %. Penambahan CMC pada sirup air kelapa dapat meningkatkan kualitas sirup, dan CMC juga dapat meningkatkan kekentalan serta memperbaiki penampakan sirup menjadi lebih homogen. Bahan yang digunakan adalah air kelapa matang (tua), gula pasir, CMC, asam sitrat, esense, dan Natrium benzoat (Assagaf et al., 2005).
Sirup air kelapa tidak langsung diminum tapi harus di encerkan terlebih dahulu. Pengenceran diperlukan karena kadar gula dalam sirup yang terlalu tinggi yaitu antara 60 % - 65 %. Pembuatan sirup dapat ditambahkan pewarna dan asam sitrat untuk menambah warna dan cita rasa. Sirup buah adalah sirup yang cita rasanya ditentukan oleh bahan dasarnya yaitu buah segar, misalnya jambu, markisa, nenas, mangga, air kelapa dan lain-lain (Satuhu, 2004).
a.      Pewarna Sintetis dan Alami
Sirup merupakan cairan kental yang mengandung kadar gula yang cukup tinggi. Sirup biasanya dibuat dengan menambahkan pewarna sintetis di dalamnya. Pemakaian bahan pewarna sintetik dalam makanan walaupun mempunyai dampak positif bagi produsen dan konsumen, diantaranya dapat membuat makanan lebih menarik, meratakan warna makanan, dan mengembalikan warna dari bahan dasar yang hilang atau berubah selama 10 pengolahan, ternyata dapat pula menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan dan bahkan mungkin memberi dampak negatif terhadap kesehatan konsumen seperti penyakit kanker kulit, penyakit kanker mulut, kerusakan otak (Winarno dan Sulistyowati, 1994).
Berkembangnya industri pengolahan pangan dan terbatasnya jumlah serta kualitas zat pewarna alami menyebabkan pemakaian zat warna sintetis meningkat. Pewarna sintetis pada makanan maupun minuman kurang aman untuk konsumen karena diantaranya ada yang mengandung logam berat yang berbahaya bagi kesehatan. Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan pencarian alternatif sumber zat pewarna alami. Zat pewarna alami yang berpotensi untuk diekstrak diantaranya adalah antosianin (Hanum, 2000).
Salah satu sumber antosianin yang murah dan banyak terdapat di Indonesia adalah pada ubi jalar ungu, karena mengandung pigmen antosianin yang lebih tinggi daripada ubi jalar jenis lain (Kumalaningsih, 2006). Total kandungan antosianin bervariasi pada setiap tanaman dan berkisar antara 20 mg/100 g sampai 600 mg/100 g berat basah. Total kandungan anthosianin ubi jalar ungu adalah 519 mg/100 g berat basah (Yuni, 2012). Antosianin telah memenuhi persyaratan sebagai zat pewarna makanan tambahan, diantaranya tidak menimbulkan kerusakan pada bahan makanan maupun kemasannya dan bukan merupakan zat yang beracun bagi tubuh, sehingga secara Internasional telah diijinkan sebagai zat pewarna makanan maupun minuman.
b.      Ubi Jalar Ungu
Ubi jalar ungu adalah bahan makanan yang banyak ditemukan di Indonesia. Ubi jalar ungu dapat menjadi pilihan makanan yang sehat, memiliki warna merah ungu yang menarik, tinggi kandungan antosianin, fenolik total dan aktivitas antioksidannya. Kandungan fenolik ubi jalar ungu adalah 261,4 - 712,8 mg per 100 g berat kering, lebih tinggi daripada kandungan fenolik pada ubi jalar kuning, wortel dan wortel ungu. Jenis dan jumlah antosianin dalam ubi jalar ungu bervariasi tergantung varietasnya. Secara umum, jenis antosianin utama dalam ubi jalar ungu adalah peonidin, cyanidin dan pelargonidin (Truong et al., 2010).
Ubi ungu merupakan salah satu jenis ubi jalar yang semua bagian umbinya berwarna ungu dan pertama kali dikembangkan di Jepang. Warna ungunya lebih pekat dan merata keseluruhan bagian umbinya mulai dari kulit sampai dagingnya, sehingga ubi ungu sangat potensial untuk dijadikan bahan baku antosianin (Yudiono, 2011). Ubi jalar ungu kaya akan serat, mineral, vitamin dan antioksidan, seperti asam phenolic, antosianin, tocopherol dan β-karoten. Di samping adanya antioksidan, karoten dan senyawa fenol juga menyebabkan ubi jalar mempunyai berbagai warna (krem, kuning, orange, dan ungu). Ubi jalar ungu mengandung vitamin dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti, vitamin A, vitamin C, kalsium dan zat besi. Sumber energi yang terkandung dalam ubi jalar ungu yaitu dalam bentuk gula dan karbohidrat. Selain itu, ubi jalar ungu memiliki kandungan zat warna yang disebut antosianin (Hutabarat, 2010). Kandungan gizi ubi jalar ungu secara lengkap dapat dilihat pada tabel 4 brikut.
Tabel 4. Kandungan gizi ubi jalar ungu dalam 100 g
Kandungan
Jumlah
Kalori (kal)
123
Protein (g)
0,77
Lemak (g)
0,94
Karbohidrat (g)
27,64
Kalsium (mg)
30
Fosfor (g)
49
Zat besi (mg)
0,7
Vitamin A (SI)
7.7
Vitamin B1 (mg)
0,9
Vitamin C (mg)
21,34
Air (g)
70,46
Gula reduksi
0,3
Serat
0,3
BDD (%)
86
Anthosianin (mg/100 g)
110,51
Sumber : Sarwono, 2005 dalam Rosidah, 2010
Total kandungan antosianin ubi jalar ungu berkisar 110,51 mg/100 g. pigmennya lebih stabil bila dibandingkan antosianin dari sumber lain, seperti kubis merah, elderberi, bluberi, dan jagung merah. Kestabilan dan kandungan antosianin yang lebih tinggi pada ubi jalar ungu dari pada sumber lain, menjadikannya sebagai pilihan alternatif pewarna alami (Ginting et al., 2011). Beberapa industri pewarna dan minuman berkarbonat menggunakan ubi jalar ungu sebagai bahan mentah penghasil anthosianin (Kumalaningsih, 2006). Menurut Steed and Truong (2008), Antosianin dari ubi jalar ungu varietas ayamurasaki bersifat stabil pada kondisi asam, sehingga cukup potensial untuk dimanfaatkan pada produk pangan. Selain itu antosianin juga memiliki nilai fungsional sebagai senyawa antioksidan yang mampu menangkal senyawa radikal bebas (Rozi dan Ruly, 2011).
Pigmen warna ungu pada ubi jalar ungu bermanfaat sebagai antioksidan karena dapat menyerap polusi udara, racun, oksidasi dalam tubuh, dan menghambat pengumpulan sel-sel darah. Ubi jalar ungu juga mengandung serat pangan alami yang tinggi dan prebiotik. Prebiotik bisa mengusir zat-zat racun penyebab kanker (anti-karsinogenik) dan melawan mikroba pengganggu (anti-mikrobial). Selain itu, prebiotik membantu menyerap mineral serta mengatur keseimbangan kadarnya di dalam tubuh. Dengan begitu, akan terhindar dari osteoporosis. Kandungan lain yang bermanfaat pada ubi jalar ungu adalah fenol dan betakaroen. Fenol adalah senyawa kimia yang memiliki efek anti-penuaan dan kompenen antioksidan sedangkan betakaroten, selain sebagai pembentuk vitamin A, juga berperan sebagai pengendalian hormon melatonin. Hormon ini merupakan antioksidan bagi sel dan sistem syaraf, berperan dalam pembentuk hormon endokrin. Kurangnya melatonin akan menyebabkan gangguan tidur dan penurunan daya ingat, dan menurunnya hormon endokrin yang dapat menurunkan kekebalan tubuh (Iriyanti, 2012). Komposisi kimia dan fisik ubi jalar ungu segar dapat dilihat pada tabel 5 berikut.
Tabel 5. Komposisi kimia dan fisik ubi jalar ungu segar (% db)
Sifat Kimia Dan Fisik
MSU 03028-10
Ayamurasaki
Air (%)
60,18
67,77
Abu (%)
2,82
3,28
Pati (%)
57,66
55,27
Gula reduksi (%)
0,82
1,79
Lemak (%)
0,13
0,43
Antosianin (mg/100 g)
1419,40
923,65
Aktivitas antioksidan (%)*
89,06
61,24
Warna (L)
34,9
37,5
Warna (a*)
11,1
14,2
Warna (b*)
11,3
11,5
Sumber : Widjanarko, 2008
1.      Antioksidan
Antioksidan adalah komponen yang dapat mencegah atau menghambat oksidasi lemak, asam nukleat, atau molekul lainnya dengan mencegah inisiasi atau perkembangan pengoksidasian melalui reaksi berantai. Sayuran dan buah-buahan merupakan bahan pangan yang kaya akan antioksidan. Beberapa studi menyebutkan bahwa dengan mengkonsumsi sayuran dan buah-buahan segar dapat menurunkan resiko terkena kanker dan berbagai penyakit degeneratif lainnya (Wang et al., 2007).
Antioksidan penting untuk mempertahankan mutu produk pangan serta kesehatan dan kecantikan. Pada bidang kesehatan dan kecantikan, antioksidan berfungsi untuk mencegah penyakit kanker dan tumor, penyempitan pembuluh darah, penuaan dini dan lain-lain. Di bidang industri pangan, antioksidan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya proses oksidasi yang dapat menyebabkan kerusakan, seperti ketengikan, perubahan warna dan aroma, serta kerusakan fisik lainnya (Tamat et al., 2007).
Fungsi utama dari antioksidan adalah untuk memperkecil terjadinya proses oksidasi baik dalam makanan maupun dalam tubuh. Dalam makanan, antioksidan diharapkan dapat menghambat oksidasi dari lemak dan minyak, memperkecil terjadinya proses kerusakan dalam makanan, memperpanjang masa pemakaian dalam industri makanan, meningkatkan stabilitas lemak yang terkandung dalam makanan serta mencegah hilangnya kualitas sensori dan nutrisi. Peroksidasi lipid adalah salah satu faktor yang cukup berperan dalam kerusakan selama dalam penyimpanan dan pengolahan makanan (Hernani dan Raharjo, 2005). Antioksidan selain digunakan dalam industri farmasi, tetapi antioksidan juga digunakan secara luas dalam industri makanan, industri petroleum, industri karet dan sebagainya (Tahir et al., 2003).
Antioksidan didalam sel dibedakan menjadi dua kelompok yaitu antioksidan ensimatik dan nonensimatik. Antioksidan ensimatik disebut juga antioksidan pencegah, yang terdiri dari superoxide dismutase, catalase dan glutathione peroxidase. Antioksidan non ensimatik disebut juga antioksidan pemecah rantai. Antioksidan pemecah rantai terdiri dari vitamin C, vitamin E dan beta karotin (Chevion et al., 2003; Ji, 1999).
Antioksidan yang terdapat dalam tubuh harus terdapat dalam jumlah yang memadai. Sistem pertahanan tubuh yang dapat digunakan untuk melawan radikal bebas sangat dipengaruhi oleh tersedianya zat-zat gizi dalam tubuh yang berasal dari makanan. Upaya mempertinggi status antioksidan dalam tubuh dapat dilakukan dengan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung zat-zat gizi antioksidan maupun antioksidan non gizi (komponen bioaktif), sehingga kadar antioksidan endogen dalam tubuh dipertahankan tetap tinggi. Ada dua kelompok sumber antioksidan, yaitu antioksidan sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia) dan antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alami atau yang terkandung dalam bahan alami). Antioksidan alami berasal dari senyawa fenolik seperti golongan flavonoid. Salah satu contoh produk metabolit sekunder yang termasuk golongan flavonoid adalah antosianin yang bersifat antioksidan (Astuti, 2008).
Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan dapat dikategorikan menjadi dua golongan, yaitu (1) yang tergolong sebagai zat gizi, yaitu vitamin A dan karetenoid, vitamin E, vitamin C, vitamin B2, seng (Zn), tembaga (Cu), selenium (Se) dan protein; (2) yang tergolong sebagai zat non-gizi, yaitu biogenik amin, senyawa fenol, antosianin, zat sulforaphane, senyawa polifenol dan tannin (Muchtadi, 2011). Menurut Andayani et al. (2008), senyawa fenol yang memiliki aktivitas antioksidan biasanya memiliki gugus –OH dan –OR seperti flavonoid dan asam fenolat. Hal yang sama dinyatakan oleh Oktaviana (2010) bahwa senyawa fenol bisa berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya meniadakan radikal-radikal bebas dan radikal peroksida sehingga efektif menghambat oksida lipida.
Berbagai penelitian membuktikan bahwa beberapa flavonoid yang terdapat dalam ubi jalar ungu memilki khasiat antioksidan, karena mikro nutrien yang merupakan gugus fitokimia dari berbagai bahan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan tersebut diyakini sebagai proteksi terhadap stres oksidatif. Salah satu jenis flavonoid dari tumbuh-tumbuhan yang dapat berfungsi sebagai antioksidan adalah zat warna alami yang disebut antosianin (Jaya, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian dari Fakultas Pertanian Unud di Bali ditemukan tumbuhan ubi jalar ungu yang umbinya mengandung antosianin cukup tinggi yaitu berkisar antara 110 mg - 210 mg/100 g (Suprapta, 2004). Aktivitas antioksidan dominan dalam ubi jalar ungu disumbangkan oleh kandungan antosianin (Oki et al., 2002). Suda et al., (2003) menyatakan bahwa paling sedikit satu gugus caffeoyl asylated pada antosianin menyumbangkan aktivitas radikal yang tinggi.
2.      Antosianin
Antosianin merupakan zat warna larut air yang banyak ditemukan pada tanaman, yaitu di bagian bunga, daun, umbi, buah atau sayur. Antosianin adalah senyawa yang terdiri dari antosianidin dan gugus gula. Antosianidin yang banyak ditemukan di dalam buah, sayur atau umbi adalah pelargonidin, sianidin, delfinidin, peonidin, petunidin, dan malvidin (Kim et al., 2012). Bagian gula pada antosianin, biasanya berupa glukosa, rhamnosa, xylosa, galaktosa, arabinosa, dan fruktosa (Ozela et al., 2007).
Antosianin dapat memberikan warna yang berbeda (merah, ungu, biru, atau kuning), tergantung pada pHnya. Pada kondisi pH asam antosianin berwarna merah atau ungu, pada pH basa berwarna hijau atau kuning, dan pada pH netral berwarna biru. Antosianin sebagai pewarna banyak digunakan sebagai pewarna alami pada produk minuman, minuman fermentasi, jus, sari buah, dan mie instan. Di samping sebagai zat warna alami, antosianin juga dapat berperan sebagai antioksidan, anti inflamasi, anti kanker (kanker kolon), dan mempunyai kemampuan untuk menurunkan glukosa darah (Cevallos dan Cisneros, 2004; Wu et al., 2004; Jiao et al., 2012; Burgos et al., 2013).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Laleh et al. (2006) menunjukkan bahwa peningkatan pH, suhu, dan paparan cahaya dapat merusak molekul antosianin. Salah satu karakteristik utama antosianin adalah perubahan warna yang merespon adanya perubahan pH lingkungan. Warna dan stabilitas antosianin pada larutan sangat tergantung pada pH. Antosianin paling stabil pada pH rendah dan perlahan kehilangan warnanya seiring dengan peningkatan pH dan menjadi hampir tak berwarna pada pH 4,0 - 5,0. Faktor yang juga mempengaruhi stabilitas antosianin adalah struktur antosianin dan komponen-komponen lain yang terdapat pada bahan pangan tersebut. Antosianin dapat membentuk kompleks dengan komponen polifenolik lainnya. Komponen flavonol dan flavon yang biasanya selalu berkonjugasi dengan antosianin juga memiliki kontribusi dalam menjaga stabilitas antosianin (Gomez, 2006).
Secara kimiawi antosianin adalah kelompok yang sangat beragam, terdapat sebanyak 550 senyawa berbeda yang dilaporkan pada awal 2006 mengandung antosianin (Parisa et al., 2007). Kebanyakan antosianin menghasilkan warna pada pH kurang dari 4. Jumlah gugus hidroksi atau metoksi pada struktur antosianidin, akan mempengaruhi warna antosianin. Jumlah gugus hidroksi yang dominan menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan jumlah gugus metoksi yang dominan dibandingkan gugus hidroksi pada struktur antosianidin, menyebabkan warna cenderung merah (Wijaya, 2009).
Antosianin adalah bagian senyawa fenol yang tergolong flavonoid. Menurut Durst dan Wrolstad (2005), antosianin jumlahnya sekitar 90 - 96 % dari total senyawa fenol. Pigmen ini berperan terhadap timbulnya warna merah hingga biru pada beberapa bunga, buah dan daun. Antosianin larut dalam air dan aman untuk dikonsumsi, sehingga umumnya digunakan sebagai pewarna alami untuk produk makanan dan minuman (Chiste et al., 2010). Antosianin memiliki fungsi yang baik untuk kesehatan seperti mencegah risiko kanker usus kolon (Lim, 2012) dan kanker hati (Choi et al., 2010). Antosianin juga diketahui sebagai antidiabetes (Sancho dan Pastore, 2012) dan antioksidan (Takahata et al., 2011; Jiao et al., 2012).
Aktivitas antioksidan antosianin dari bunga teleng dan ekstrak lowbush blueberry tertinggi adalah pada pH 1, diikuti oleh pH 4, 5 dan 7 (Marpaung, 2012). Berbagai macam sayur, buah, bunga, dan umbi sudah ditemukan mengandung antosianin seperti kubis merah (Wiczkowski et al., 2013), kulit leci (Ruenroengklin et al., 2008) beras hitam, paria, paprika, kulit bawang, kulit anggur, mulberry, buah bit (Boo et al., 2012), rosella (Duangmall et al., 2008), buah duwet (Sari et al., 2012), bunga teleng (Marpaung, 2012) dan ubi jalar ungu (Jiao et al., 2012).
Komponen antosianin ubi jalar ungu adalah turunan mono atau diasetil 3-(2-glukosil)glukosil-5-glukosil peonidin dan sianidin. Ubi jalar ungu yang rasanya manis mengandung antosianin yang berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, hepatoprotektif antihipertensi dan antihiperglisemik (Suda et al., 2003). Senyawa antosianin berfungsi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas, sehingga berperan untuk mencegah terjadi penuaan, kanker, dan penyakit degeneratif. Selain itu, antosianin juga memiliki kemampuan sebagai antimutagenik dan antikarsinogenik, mencegah gangguan fungsi hati, antihipertensi, dan menurunkan kadar gula darah (Husna et al., 2013).
Berdasarkan hasil penelitian Katsube et al. (2003) dan Zhang et al. (2005) bahwa antosianin yang diisolasi dari tanaman Vaccinium myrtillus, buah-buahan dan sayuran telah berhasil sebagai bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan sel-sel kanker pada manusia. Glikosida dari antosianin yang berhasil diidentifikasi dalam menghambat pertumbuhan sel kanker tersebut masing-masing sianidin, delpinidin, malvidin, pelargonidin dan petunidin.
Anthosianin ubi jalar ungu juga memiliki fungsi fisiologis misalnya antioksidan, antikanker, antibakteri, perlindungan terhadap kerusakan hati, penyakit jantung dan sroke. Ubi jalar ungu menjadi antikanker karena didalamnya ada zat aktif yang dinamakan selenium dan iodine dan dua puluh kali lebih tinggi dari jenis ubi yang lainnya. Ubi jalar ungu memiliki aktivitas antioksidan dan antibakteri 2,5 dan 3,2 kali lebih tinggi daripada beberapa varietas blueberry. Ubi jalar ungu juga baik untuk mendorong kelancaran peredaran darah (Kumalaningsih, 2006).
Kandungan antosianin pada ubi jalar ungu lebih tinggi daripada ubi yang berwarna putih, kuning, dan jingga. Di antara ubi jalar ungu, kultivar Ayamurasaki dan Murasakimasari merupakan sumber pigmen antosianin dengan produksi dan kestabilan warna yang tinggi (Suardi, 2005). Senyawa pigmen antosianin merupakan salah satu dari golongan flavonoid yang terdapat pada tumbuhan seperti bunga, buah dengan golongan berry, serta sayuran dengan memberikan warna terang seperti jingga, merah dan biru (Winarti et al., 2008). Berdasarkan hasil penelitian dari Fakultas Pertanian Unud di  Bali ditemukan  tumbuhan  ubi jalar  ungu  yang umbinya mengandung  antosianin cukup tinggi yaitu  berkisar  antara 110 mg - 210 mg/100 g ( Suprapta, 2004).
Berdasarkan warna daging umbi, Teow et al. (2007) melaporkan bahwa 4 kultivar ubi jalar ungu dengan warna daging ungu pekat memiliki kandungan antosianin berkisar antara 24 hingga 53 mg/100 g dan 2 kultivar ubi jalar ungu dengan warna daging ungu terang (muda) memiliki kandungan antosianin berkisar antara 3 hingga 7 mg/100 g. Yang dan Gadi (2008) juga melaporkan bahwa kandungan antosianin ubi jalar ungu dari daerah Kepulauan Pasifik Barat adalah 40 mg/100 g untuk kultivar Terlaje (kulit ungu) dan 11 mg/100 g untuk kultivar Luta (kulit putih).
Kandungan antosianin dari umbi ubi jalar ungu yang dibudidayakan di Bali berkisar antara 110 mg/100 g sampai 210 mg/100 g (Suprapta, 2004). Selain itu Widiati (2010) juga melaporkan kandungan antosianin dari sejumlah ubi jalar ungu yang berasal dari beberapa sejumlah daerah di Indonesia, seperti ubi jalar Malang mengandung antosianin 511,70 mg/100 g, Lokal Bone 530,06 mg/100 g, Lokal Sumedang 508,45 mg/100 g, Selo Tiga-2 79,47 mg/100 g, Lokal Sukabumi 606,08 mg/100 g, Bangkok 58,68 mg/100 g, Lokal Bone, 645,37 mg/100 g, Lokal Jambi 69,37 mg/100 g, Yangyang 65,16 mg/100 g, dan Selo Banyuwangi 76,13 mg/100 g. Semakin ungu warna umbinya, maka kandungan antosianinnya semakin tinggi (Winarno, 2004).
Kandungan antosianin ubi jalar ungu akan mengalami perubahan jika dilakukan pengolahan. Proses pengolahan menurunkan kandungan antosianin ubi jalar ungu segar, tetapi produk yang dihasilkan tetap menyisakan kandungan antosianin sebagai sumber antioksidan. Pada kedua jenis ubi jalar, baik ungu pekat maupun ungu muda, tingkat penurunan kandungan antosianin menunjukkan kecenderungan yang serupa. Produk olahan yang paling efektif mempertahankan kandungan antosianin adalah ubi jalar kukus yaitu 34,14 % (ungu pekat) dan 42,16 % (ungu muda), tepung yaitu 78,45 % (ungu pekat) dan 86,95 % (ungu muda), rebus yaitu 71,18 % (ungu pekat) dan 46,81 % (ungu muda), goreng yaitu 43,11 % (ungu pekat) dan 60,68 % (ungu muda) sedangkan olahan keripik menunjukkan penurunan antosianin yang paling besar yaitu 95,21 % (ungu pekat) dan 88,47 % (ungu muda). Penurunan aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan penurunan kadar antosianin produk olahan, kecuali pada produk penggorengan. Hal ini disebabkan karena waktu pemanasan pada proses penggorengan lebih singkat dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan pada proses perebusan, pengukusan dan penjemuran. Proses pemanasan terbaik untuk mencegah kerusakan antioksidan dan senyawa flavonoids lainnya adalah pengolahan dengan suhu yang tinggi, tetapi jangka waktu yang pendek, karena komponen antioksidan tidak tahan panas (Husna et al., 2013).
Antosianin dari ubi jalar ungu bersifat stabil dan tidak dipengaruhi oleh radiasi ultraviolet (Kano et al., 2005), resisten terhadap perubahan pH dan temperature (Harada et al., 2004). Pengupasan, pengukusan (steam cooking) atau pembekuan tidak berpengaruh terhadap kandungan total fenolik dan antosianin ubi jalar ungu. Tapi penghancuran umbi dalam suhu ruangan akan menurunkan kadar total fenolik dan antosianin-nya. Hal ini disebabkan karena degradasi polifenol oleh enzim antosianase, polifenol oksidase dan peroksidase. Enzim - enzim ini sangat aktif pada suhu ruangan dan terdegradasi pada suhu > 70 0C. Oleh karena itu, sebaiknya umbi dibekukan atau dikukus terlebih dahulu, sebelum dihancurkan (Truong et al., 2010). 
Paparan cahaya dapat memperbesar degradasi pada molekul antosianin. Penyebab utama kehilangan pigmen warna berhubungan dengan hidrolisis antosianin (Ozela et al., 2007). Antosianin juga tidak stabil ketika terkena sinar tampak, ultraviolet, dan inti lain dari radiasi ion. Dekomposisi sebagian besar terjadi karena fotooksidasi dan asam p-hidroksibenzoat diidentifikasi sebagai hasil degradasi minor. Kemampuan cahaya membuat antosianin tereksitasi lewat transfer electron dapat mempengaruhi pigmen antosianin ke dekomposisi fotokimia. Oksidatif mengakibatkan oksigen molekuler pada antosianin. Oksigen dan suhu juga mempercepat kerusakan antosianin. Stabilitas warna antosianin selama pemprosesan jus buah menjadi rusak akibat oksigen (Arthey dan Ashurst, 2001). Yang dan Gadi (2008) menyatakan bahwa konsentrasi antosianin menyebabkan beberapa jenis ubi jalar ungu mempunyai gradasi warna yang berbeda.
Menurut Jie et al. (2013), stabilitas antosianin tergantung pada faktor suhu, pH, dan matriks pelarut. Menurut Dixon et al. (2007), pemarutan, pengeringan, dan pemasakan pasta ubi kayu dapat mengurangi jumlah antioksidan di dalam bahan pangan. Rahmawati (2011) mengemukakan bahwa proses pemanasan terbaik untuk mencegah kerusakan antosianin adalah pemanasan pada suhu tinggi dalam jangka waktu pendek (High Temperature Short Time).
3.      Ekstraksi Antosianin
Ekstraksi adalah proses pemisahan berdasarkan perbedaan kelarutan bahan (Berk, 2009). Ekstrak disaring dengan kain saring agar terpisah antara ampas dengan filtratnya (Anditasari et al., 2014). Menurut Rahayu (2009), ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut lain.
Ekstraksi bertujuan untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia. Ekstraksi didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat ke dalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka, kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Proses pengekstraksian komponen kimia dalam sel tanaman yaitu pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dalam pelarut organik di luar sel, maka larutan terpekat akan berdifusi keluar sel dan proses ini akan berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentras cairan zat aktif di dalam dan di luar sel. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju ekstraksi adalah tipe persiapan sampel, waktu ekstraksi, kuantitas pelarut, suhu pelarut, dan tipe pelarut (Depkes RI, 1995).
Antosianin dapat diekstraksi dengan pelarut seperti air, aseton, etanol, metanol, atau campuran dari pelarut berair, namun antosianin tidak stabil dalam larutan netral atau basa. Karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam asetat atau asam hidroklorida dan larutannya harus disimpan di tempat gelap serta sebaiknya didinginkan (Hutabarat, 2010).
Suhu dan pH berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi antosianin dan koefisien difusinya, semakin rendah pH maka koefisien distribusi semakin tinggi, demikian juga semakin tinggi temperaturnya. Tetapi antosianin merupakan senyawa fenolik yang labil dan mudah rusak akibat pemanasan, sehingga berakibat pada penurunan biaoktivitasannya. Pengaruh suhu menjadi tidak signifikan dengan penambahan HCl pada pelarut yang digunakan untuk ekstraksi, karena pengaruh HCl lebih besar daripada pengaruh suhu. Penggunaan HCl 1 % dalam ekstraksi antosianin akan menyebabkan hidrasi sebagian hingga total antosianin yang terasetilasi sehingga akan mempengaruhi absorbsinya dalam tubuh (Perry, 1999) .
Ekstraksi pigmen antosianin dari bahan nabati umumnya menggunakan larutan pengekstrak HCl dalam etanol. HCl dalam etanol akan mendenaturasi membran sel tanaman kemudian melarutkan pigmen antosianin keluar dari sel. Pigmen antosianin dapat larut dalam ethanol karena sama-sama polar. Namun, Proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut aquades lebih banyak keuntunganya dikarenakan senyawa yang akan diekstrak merupakan senyawa polar, sedangkan aquades dan antosianin merupakan pelarut dan bahan terlarut yang sama-sama memiliki sifat polar (Wahyu, 2014). Namun bila dilihat tingkat polaritasnya antara antosianin sebagai zat terlarut dan air sebagai pelarut tidak seimbang.
Menurut Ricter et al. (2006), tingkat polaritas antosianin digolongkan semipolar (dielektrik konstan 30 - 40), sedangkan air adalah sangat polar (dielektrik konstan 80). Karena itu, untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi antosianin polaritas air sebagai pelarut harus diturunkan sampai mendekati polaritas antosianin. Menurut King (2009), peningkatan suhu akan menurunkan polaritas air. Kondisi Optimum proses ekstraksi dengan metode Subcritical Water dicapai pada suhu 112 oC, waktu 20 menit, dan pH 2 yang secara simultan dapat mengekstraksi antosianin sebesar 0,563 mg/g (Yudiono, 2011).
4.      Penggunaan Ekstrak Ubi Jalar Ungu
Sayuti et al. (2013) melakukan penelitian terhadap pembuatan yoghurt jagung manis dengan penambahan ekstrak ubi jalar ungu dengan konsentrasi ekstrak ubi jalar ungu yang terdiri dari 0 %, 5 %, 10 % dan 15 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan yang memperoleh hasil organoleptik yang terbaik dari segi tekstur, warna, rasa dan aroma adalah penambahan ekstrak ubi jalar ungu 10 % dengan rerata tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur 3,60, warna 4,05, aroma 3,65 dan rasa 3,75 dan dengan kriteria tekstur kental, warna ungu muda, aroma khas yoghurt dan rasa yang asam.
c.       Gula
Gula adalah karbohidrat murni yang tidak tersusun atas nutrien lainnya seperti lemak, protein, vitamin, dan mineral karena gula itu karbohidrat yang murni maka gula disebut sebagai kalori kosong. Gula pasir merupakan hasil dari batang tebu yang digiling dan diperas kemudian cairannya yang manis diolah menjadi gula, gula pasir atau sukrosa adalah disakarida yang tersusun dari satu gugus glukosa dan satu gugus fruktosa (Tirtowinata, 2006).
Sugiyono (2002), menyatakan bahwa gula termasuk kedalam golongan senyawa yang disebut karbohidrat yang terdiri dari tiga golongan yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah contoh gula sederhana yang merupakan turunan disakarida. Apabila sukrosa dihidrolisis akan menghasilkan dua molekul gula sederhana yaitu satu molekul glukosa dan satu molekul fruktosa. Gula dalam bentuk glukosa, fruktosa, sukrosa, maltosa dan laktosa adalah suatu bahan yang umum digunakan sebagai pemanis.
Sukrosa merupakan oligosakarida yang mempunyai peran penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu. Sukrosa mempunyai sifat sedikit higroskopis dan mudah larut dalam air semakin tinggi suhu kelarutan semakin besar. Kristal sukrosa yang berhubungan langsung dapat menyerap uap air sampai 1 % dari berat sukrosa. Industri makanan menggunakan sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pembuatan sirup gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan sebagian sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert (Winarno, 2002). Komposisi gula pasir dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Komposisi gula pasir (sukrosa)
Komponen
Jumlah (%)
Kadar air
0,61
Sukrosa
97,10
Gula Pereduksi
1,24
Abu
0,35
Senyawa lain
0,70
Sumber : (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006)
Gula pasir adalah gula hasil kristalisasi cairan tebu. Biasanya berwarna putih namun ada pula yang berwarna coklat raw sugar. Disebut gula pasir karena bentuknya yang seperti pasir. Biasanya gula pasir digunakan untuk pemanis dalam minuman, kue, makanan, dan lain-lain (Evifadhilah, 2010).
Fungsi gula dalam pembuatan sirup adalah untuk membentuk cita rasa, dan sebagai bahan pengawet yang menghambat pertumbuhan khamir dan kapang. Masa awet dari bahan yang di olah mempunyai jangka waktu tertentu yang diistilahkan dengan masa kadaluarsa (Cahyo dan Hidayanti, 2006).
d.      Asam Sitrat (Citric Acid Monohydrate)
Asam sitrat merupakan senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan dalam proses pengolahan makanan dan minuman dengan berbagai tujuan, asam sitrat dapat berfungsi sebagai pengawet dan penegas rasa pada pengolahan minuman seperti pembuatan sirup (Winarno, 2004). Asam sitrat adalah senyawa organik yang banyak terdapat pada tanaman, jaringan hewan dan cairan fisiologis. Diantaranya ditemukan pada berbagai buah-buahan dan sayur-sayuran (Apelblat, 2014).
Asam sitrat merupakan senyawa intermediet dari asam organik yang berbentuk kristal atau serbuk putih. Sifat-sifat asam sitrat yaitu mudah larut dalam air, spiritus dan ethanol, tidak berbau, rasanya sangat asam, serta jika dipanaskan akan meleleh kemudian terurai yang selanjutnya terbakar sampai menjadi arang. Asam sitrat merupakan agen pengkelat. Asam sitrat menghambat terjadinya pencoklatan karena dapat mengkompleks ion tembaga yang dalam hal ini berperan sebagai katalis dalam reaksi pencoklatan. Selain itu, asam sitrat juga dapat menghambat pencoklatan dengan cara menurunkan pH sehingga enzim PPO menjadi inaktif (Winarno, 2002).
Menurut Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat asam sitrat merupakan bahan pengawet yang dinyatakan benar-benar aman untuk dikonsumsi. Asam sitrat masih berdekatan dengan vitamin C dan sama-sama merupakan pengawet alami yang baik. Kandungan asam didalamnya berfungsi mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Asam sitrat dinyatakan aman pada 99,9 % populasi (Cahyono, 2013). Menurut Balai Pengawasan Pangan Obat dan Makanan (BPPOM) penggunaan maksimum asam sitrat dalam minuman adalah sebesar 3 gram/liter. Asam sitrat dapat dipakai untuk mengatur keasaman ataupun bahan pengawet makanan, dan juga untuk mencegah pemucatan/browning misalnya pada buah-buahan (Resti, 2012).
Asam sitrat dipakai untuk meningkatkan rasa asam (mengatur tingkat keasaman) pada berbagai pengolahan minuman, produk air susu, selai, jeli, dan lain-lain. Asam sitrat berfungsi sebagai pengawet pada keju dan sirup, digunakan untuk mencegah proses kristalisasi dalam madu, gula-gula dan juga untuk mencegah pemucatan berbagai makanan. Penggunaan maksimum dan minuman adalah sebesar 3 gram/liter sari buah (Permenkes No.722/Menkes/IX/1988).
e.       CMC (Carboxymethyl cellulose)
            CMC (Carboxymethyl cellulose) adalah turunan dari selulosa dan ini sering dipakai dalam industri makanan untuk mendapatkan tekstur yang baik. Fungsi CMC yaitu sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel, sebagai pengemulsi dan dalam beberapa hal dapat meratakan penyebaran antibiotik. CMC mudah larut dalam keadaan dingin maupun panas (Winarno, 2004).
CMC bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, stabil pada rentang pH 2 - 10, bereaksi dengan garam, logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik (Wayan, 2009). CMC digunakan dalam bentuk garam natrium carboxymethyl cellulose sebagai pemberi bentuk, konsistensi, dan tekstur. CMC berfungsi untuk mempertahankan kestabilan minuman agar partikel padatannya tetap terdispersi merata ke seluruh bagian sehingga tidak mengalami pengendapan (Prasetyo et al., 2015).
Jumlah CMC yang diperlukan untuk menjaga stabilitas produk yang baik tergantung pada tingkat kekentalan sebelum dikonsumsi. Produk yang mengandung sejumlah besar padatan yang kental hanya membutuhkan penambahan CMC dalam jumlah sedikit. Sebaliknya, penambahan CMC dalam jumlah besar dapat digunakan untuk menciptakan tekstur produk yang mengandung beberapa zat padat terlarut (Akkarachaneeyakorn dan Tinrat, 2015). Batas maksimum penggunaan bahan tambahan pangan penstabil menurut PerKABPOM RI No. 24 Tahun 2013 adalah 5000 mg/kg, setara dengan 5000 ppm atau jika dikonversikan ke satuan % b/b yaitu senilai 0,5 %.
7.      Sifat Organoleptik
Organoleptik merupakan pengujian terhadap bahan makanan berdasarkan kesukaan dan kemauan untuk menilai suatu produk. Dalam penilaian bahan pangan sifat yang menentukan diterima atau tidak suatu produk adalah sifat indrawinya. Penilaian indrawi ini ada 6 (enam) tahap yaitu pertama menerima bahan, mengenali bahan, mengadakan klarifikasi sifat-sifat bahan, mengingat kembali bahan yang telah diamati, dan menguraikan kembali sifat indrawi produk tersebut (Winarno, 2004).
Uji organoleptik (sensori) adalah pengujian yang dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap suatu produk, dengan mengandalkan panca indera. Panelis adalah orang/kelompok yang memberikan penilaian terhadap suatu produk. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan uji organoleptik adalah fisiologi (keadaan fisik panelis), psikologi (perasaan panelis) dan kondisi lingkungan saat pengujian (Kume, 2002).
Mutu sensori atau uji organoleptik bahan pangan adalah suatu ciri karakteristik bahan pangan yang muncul dari satu atau dari kumpulan atau kombinasi dua atau lebih sifat-sifat yang dapat dikenali dengan menggunakan panca indra manusia. Ada 2 klasifikasi karakteristik utama bahan pangan yaitu karakteristik fisik atau tampak dan karakteristik tersembunyi. Karakteristik fisik adalah karakteristik yang dapat kita lihat tanpa bantuan alat dan hanya mengandalkan indera kita saja seperti warna, tekstur, aroma, rasa, konsistensi. Sedangkan karakteristik tersembunyi adalah karakteristik dimana kita membutuhkan alat untuk menilainya seperti nilai gizi, keamanan mikrobiologis, dan lain-lain (Sofiah dan Achyar, 2008).
a.      Warna
Pengujian warna digunakan dalam pengujian organoleptik karena warna mempunyai peranan penting terhadap tingkat penerimaan produk secara visual. Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak, tetapi memiliki warna yang tidak menarik atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya, maka seharusnya tidak akan dikonsumsi. Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna karena warna tampil lebih dahulu (Winarno, 2002).
b.      Aroma
Aroma merupakan zat volatil yang dilepaskan dari produk yang ada di dalam mulut atau aroma seringkali disebut sebagai bau dari bahan pangan. Aroma suatu produk pangan dapat dinilai dengan cara mencium bau yang dihasilkan dari produk tersebut. Aroma makanan ditentukan oleh baunya. Industri pangan menganggap aroma sangat penting di uji karena dapat memberikan penilaian terhadap hasil produksinya menambahkan peranan aroma dalam produk pangan sama pentingnya dengan warna karena akan menentukan daya terima konsumen (Winarno, 2002).
c.       Rasa
Rasa sangat berhubungan dengan aroma, dimana keduanya merupakan komponen cita rasa. Jika aroma disukai biasanya rasa juga akan disukai. Terlihat pada persentase produk yang paling disukai oleh panelis sejalan antara aroma dan rasa. Senyawa cita rasa pada produk dapat memberikan rangsangan pada indera penerima. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain (Setyaningsih et al., 2010).
d.      Tekstur
Tekstur merupakan salah satu atribut organoleptik yang mempengaruhi penerimaan panelis terhadap produk sirup glukosa pati sagu (Fridayani, 2006). Pada umumnya sirup air kelapa memiliki tekstur yang kental seperti sirup pada umumnya. Kekentalan sirup air kelapa dipengaruhi oleh penambahan CMC (Carboxymethyl cellulose) (Wardhani et al., 2015). Cairan yang mengalir secara cepat seperti contohnya air, alkohol dan bensin karena memiliki nilai viskositas yang kecil. Sedangkan cairan yang tidak mengalir secara cepat seperti contohnya minyak, madu dan sirup karena mempunyai viskositas besar. Jadi, viskositas tidak lain menentukan kecepatan mengalirnya suatu cairan (Yazid, 2005).
B.     Kerangka Pikir
Tanaman kelapa merupakan tanaman serbaguna yang memiliki nilai ekonomi tinggi karena seluruh bagian tanaman ini mulai dari akar, batang, daun dan buah dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia. Salah satu bagian tanaman kelapa yang pemanfaatannya paling utama adalah dari buahnya yang merupakan bagian paling penting karena mempunyai nilai ekonomis dan nilai gizi yang tinggi. Buah kelapa banyak dimanfaatkan pada bagian dagingnya, namun air kelapanya tidak diolah, bahkan dibuang begitu saja dan pada akhirnya menjadi limbah.
Air kelapa yang kurang dimanfatkan dan terbuang begitu saja, ternyata masih memiliki susunan nilai gizi yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Secara umum, air kelapa mempunyai khasiat dan nilai gizi dengan komponen utama terdiri dari air, kalium, sejumlah kecil karbohidrat, protein dan garam mineral. Kandungan mineral alami dan protein di dalam air kelapa sangat baik untuk kesehatan. Mengingat air kelapa memiliki khasiat dan kandungan gizi yang cukup baik untuk kesehatan dan juga pemanfaatannya masih kurang, maka sangat berpotensi untuk dijadikan bahan pangan. Salah satu potensi air kelapa yang dapat dilakukan adalah di olah menjadi sirup air kelapa.
Pengolahan air kelapa menjadi sirup dapat diperoleh dengan penambahan gula yang dipanaskan, penambahan CMC untuk kekentalan, dan asam sitrat sebagai pengawet, tetapi warna dari sirup air kelapa putih keruh sehingga terlihat kurang menarik. Untuk membuat penampilan atau warnanya menarik, ditambahkan ekstrak ubi jalar ungu. Penambahan ekstrak ubi jalar ungu adalah sebagai pewarna alami dan antioksidan dalam sirup air kelapa. Untuk membuat sirup air kelapa yang memenuhi standar, yang perlu diperhatikan adalah kualitas fisik, kimia dan organoleptik yang mengacu pada persyaratan mutu yang telah ditetapkan oleh SNI.

C.    Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini yaitu :
1.      Penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia dan organoleptik sirup air kelapa.
2.      Penambahan ekstrak ubi jalar ungu dapat meningkatkan aktivitas antioksidan sirup air kelapa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar